Rabu, 14 April 2021

 

Sejarah Ondel-ondel, Boneka Khas Betawi yang Jadi Ikon Jakarta

Copas dari https://kumparan.com/kumparantravel/sejarah-ondel-ondel-boneka-khas-betawi-yang-jadi-ikon-jakarta-1sg6MiAKBYc/full
Sejarah Ondel-ondel, Boneka Khas Betawi yang Jadi Ikon Jakarta
Ondel ondel Jakarnaval Foto: Dok. Pemprov DKI
Alunan musik melantun kencang dari speaker bersuara sember yang didorong dengan menggunakan gerobak. Tepat di bagian depan gerobak, ada sepasang ondel-ondel tengah menari mengikuti lantunan lagu. Menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri.
Masih dari rombongan yang sama, seorang anak terlihat membawa kaleng cat yang telah dikonversi jadi kotak uang. Tak peduli panas matahari yang terik, ia nampak antusias menjajakan kotaknya pada setiap mobil dan motor yang 'parkir' sementara akibat macet di jalan raya.

Ondel-ondel bukan lagi barang asing bagi penduduk Jakarta, terutama masyarakat Betawi. Boneka setinggi 2,5 sampai 3 meter dengan lingkar tubuh 80-90 cm itu sudah menjadi bagian dari budaya, bahkan ikon bagi Jakarta itu sendiri.
Sejarah Ondel-ondel, Boneka Khas Betawi yang Jadi Ikon Jakarta (1)
Masyarakat Betawi Membawa Ondel-ondel. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Meski dibentuk menyerupai manusia dan biasanya dihadirkan untuk acara perayaan, rupanya tak semua orang senang dengan ondel-ondel. Ada banyak orang, tua dan muda, yang menganggap ondel-ondel sebagai boneka yang seram.
Anggapan ini tak datang begitu saja. Ondel-ondel memang memiliki karakter yang khas. Rangka tubuh ondel-ondel dibuat dari bambu. Badannya dibuat agak lebar untuk memberikan ruang bagi pemain untuk mengangkat dan menggerakkannya.

Wajahnya disebut sebagai kedok, dan dibuat dari kayu kapuk. Topeng atau kedok dihias sebegitu rupa untuk membedakan ondel-ondel pria dan wanita. Ondel-ondel wanita umumnya dicat putih.
Sejarah Ondel-ondel, Boneka Khas Betawi yang Jadi Ikon Jakarta (2)
Ondel-ondel dan aksinya di Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Topeng ini kemudian dilengkapi dengan hidung yang agak memanjang dan ujung yang lebih lembut. Dagunya sedikit lebih panjang dan membulat, bibirnya tipis, mata indah dengan bulu mata tebal, serta sedikit perona pipi.
Sementara topeng ondel-ondel pria biasanya memiliki wajah berwarna merah dengan mata melotor, garis rahang yang tegas, beralis tebal, lengkap dengan kumis yang lebat. Desain wajahnya tersebut semakin memperkuat kesan seram ondel-ondel pria.
Agar lebih 'manusiawi', ondel-ondel diberi pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Di kepalanya, kamu juga akan menemukan rambut dari ijuk hitam dengan hiasan kembang kelapa yang mekar seperti kembang api dalam berbagai warna. Tak lupa pula sarung bermotif atau selendang tersampir di bahunya.
Sejarah Ondel-ondel, Boneka Khas Betawi yang Jadi Ikon Jakarta (3)
Masyarakat Betawi Membawa Ondel-ondel. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Hadirnya kesan seram dari ondel-ondel memang bukan tanpa alasan. Menurut laman Rumah Belajar yang dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, warna merah pada topeng ondel-ondel pria sengaja dibuat untuk memberi kesan seram.
Warna merah memiliki arti marah. Wajah ini awalnya dibuat untuk menakut-nakuti setan atau roh-roh jahat. Sedangkan warna putih pada wajah ondel-ondel perempuan menggambarkan sifat keibuan yang lembut.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, ondel-ondel semula berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Tetapi kini, ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta rakyat, acara peresmian, atau penyambutan tamu terhormat.
Sejarah Ondel-ondel, Boneka Khas Betawi yang Jadi Ikon Jakarta (4)
Ondel-ondel dan aksinya di Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dalam laman Pesona Indonesia milik Kemenpar disebutkan bahwa nama ondel-ondel yang biasa kita dengar berasal dari kata gondel-gondel. Gondel-gondel memiliki arti menggantung atau bergandul. Sebutan itu muncul dari gerakan ondel-ondel yang terlihat berayun saat berjalan.
Masih dari sumber yang sama, mengingat fungsinya yang penting dan berhubungan dengan dunia astral, pembuatan ondel-ondel di masa lampau tak bisa sembarangan. Ondel-ondel membutuhkan sesajen berisi bubur merah-putih, rujak-rujakan tujuh rupa, bunga tujuh macam, serta asap kemenyan.

Setelah proses pembuatannya usai, ondel-ondel akan diberi sesajen dan dibasuh menggunakan asap kemenyan yang telah disertai mantera-mantera. Pemain ondel-ondel juga senantiasa melakukan ritual pembakaran kemenyan yang disebut ‘Ngukup’.
Sejarah Ondel-ondel, Boneka Khas Betawi yang Jadi Ikon Jakarta (5)
Seorang pria sedang memeriksa ondel-ondelnya. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Konon, menurut web Rumah Belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, ondel-ondel dulunya disebut juga sebagai Barongan. Hanya saja, tidak ada data pasti yang menceritakan arti pasti kata tersebut. Ada yang menyebutkan julukan Barongan pada ondel-ondel berasal dari kata bareng-barengan atau sama-sama.
Sebutan itu diklaim berasal dari ajakan masyarakat dalam dialek Betawi. "Nyok, kita ngarak bareng-bareng!". Namun, ada pula yang mengatakan bahwa julukan Barongan pada ondel-ondel berasal dari kisah pewayangan.
Lantas, kapan ondel-ondel muncul? Hingga saat ini, belum ada jawaban pasti kapan boneka raksasa khas Betawi tersebut datang dan menjadi budaya. Yang jelas, boneka raksasa ini sudah ada sejak atau bahkan jauh sebelum Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) masuk ke Nusantara.

Senandung Alam

 

Senandung Alam

Karya  :  Ahmad Samsuri Ajis

 

Ketika langit bermandikan cahaya.

Sinar menerangi dunia.

Dan Sang Surya pun menyapa pagi dengan senyuman.

Aku masih disini dengan sejuta cerita.

Di bumi Pertiwi yang indah ini .

           

Daun-daun  saling bercengkrama , meneduhkan hati Para Jiwa yang sepi

Burung-burung saling bernyanyi , membangkitkan semangat pagi

Ku tapaki jalan setapak demi setapak , Melewati belantara hijaunya alam

 

Suara gemericik air terdengar syahdu

Seperti lantunan nada-nada di dalam lagu

Ini Alam , Alam semesta dengan sejuta keindahan  di dalamnya.

 

Dari kejauhan ku lihat rumput melambai-lambai

Menyapa sang angin dengan penuh kebahagian

 

Sejauh kaki melangkah ,Sejauh mata memandang

Petualanganku masih terus berjalan

Di temani burung-burung yang berdendang

 

Tak ada rasa lelah di wajahku meski keringat menyapaku

Tiba-tiba awan hitampun muncul

Dan hujanpun menyapa di saat lelah ini menyelimutiku

Rintik demi rintik pun berjatuhan membasahi bumi 

 

Hujan pun berhenti dan pergi meninggalkan aku dengan sejuta harapan.

Menunggu sang Pelangi hadir mewarnai dunia

Langkah kaki ini masih terus menapaki perjalananku

Dan ku lanjutkan petualangan ini di sekitar wajah gunung yang indah

 

Mentari mulai meninggalkan dunia

Terlihat perlahan sang mega mendatangi sang Mentari

Dan Bumi pun perlahan mulai gelap

Di tinggal oleh Mentari namun di temani oleh sang Bulan

 

Aku pun menepi sejenak dari perjalanan ini

Menghayati sunyinya malam di tengah megahnya sang alam

Lelah memang ku rasakan perjalanan ini

Namun di hati ini selalu  berucap syukur atas ciptaan Sang Tuhan.

 

 

                        Jakarta , 10 April 2020